HAK CIPTA
UNDANG-UNDANG NO.19 TENTANG HAK CIPTA
1. PENGERTIAN
Hak cipta
adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur
penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada
dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi
penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta
memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta
berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan".
Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya,
film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi
musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak
komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu)
desain industri.
Hak cipta
merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti
paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak
cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan
hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
BAB II
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2
(1) Hak cipta
merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak cipnyataannya, yang timbul secara otomatis
setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barang
siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau
hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49
aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
(6)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal
55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
2. KETENTUAN HUKUM
Di Indonesia,
masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang
tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta terdiri, dari 15 bab,
78 pasal. Adapun inti dari tiap bab, antara lain:
Bab I : Ketentuan Umum (pasal 1)
Bab II : Lingkup Hak Cipta (pasal 2-28)
Bab III : Masa Berlaku Hak Cipta (pasal 29-34)
Bab IV : Pendaftaran Ciptaan (pasal 35-44)
Bab V : Lisensi (pasal 45-47)
Bab VI : Dewan Hak Cipta (pasal 48)
Bab VII : Hak Terkait (pasal 49-51)
Bab VIII : Pengelolaan Hak Cipta (pasal 52-53)
Bab IX : Biaya (pasal 54)
Bab X : Penyelesaian Sengketa (pasal 55-66)
Bab XI : Penetapan Sementara Pengadilan (pasal 67-70)
Bab XII : Penyidikan (pasal 71)
Bab XIII : Ketentuan Pidana (pasal 72-73)
Bab XIV : Ketentuan Peralihan (pasal 74-75)
Bab XV : Ketentuan Penutup (pasal 76-78)
3. BATASAN MASALAH
- Mengapa dibutuhkan UU hak cipta
- Prosedure Pendaftaran hak cipta
- Lama berlakunya hak cipta seseorang
- Bagaimana penerapan UU hak cipta di Indonesia?
- Apakah masih banyak kasus penyalahgunaan UU hak cipta di Indonesia?
- Penyebab munculnya penyalahgunaan UU hak cipta?
- Apa saja usaha konkrit pemerintah Indonesia untuk mengurangi pembajakan?
4. PEMBAHASAN
“Mengapa dibutuhkan UU Hak Cipta?”
Karena Hak Cipta memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Berfungsi untuk mencegah pihak mengeploitasi hasil karya tanpa seizing pemegang hak dalam jangka waktu tertentu.
2. Berfungsi
untuk member kesempatan pada pemegang hak untuk menyebarluaskan hasil
karya yang dimilikinya tanpa rasa khawatir akan kehilangan kendali
terhadap hasil karya yang dimilikinya.
3. Berfungsi untuk mendorong suatu kreativitas serta inovasi dan juga disertai dengan pemesaran yang terkendali.
4. Hak cipta berfungsi untuk melindungi konsumen.
Pendaftaran Hak cipta di atur dalam UU bab IV seperti yang tertera di bawah ini:
BAB IV
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35
(1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.
(2) Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
(3) Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
(4) Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36
Pendaftaran
Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai
pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang
didaftar.
Pasal 37
(1) Pendaftaran
Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang
diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
(2) Permohonan
diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang
ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau
penggantinya dengan dikenai biaya.
(3) Terhadap
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan
memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak
tanggal diterimanya Permohonan secara lengkap.
(4) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
(5) Ketentuan
mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar
sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 38
Dalam hal
Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang
secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut
dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan
hak tersebut.
Pasal 39
Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
a. Nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
b. Tanggal penerimaan surat Permohonan;
c. Tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
d. Nomor pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40
(1) Pendaftaran
Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh
Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat
diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika
Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 41
(1) Pemindahan
hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang
terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan
yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
(2)
Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas
permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan
dikenai biaya.
(3) Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 42
Dalam hal
Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39,
pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan
gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.
Pasal 43
(1) Perubahan
nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya
tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu
dengan dikenai biaya.
(2) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a. Penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. Lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;
c. Dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Lama berlakunya hak cipta adalah 50 tahun seperti yang tertera pada pasal 34
Bagaimana Penerapan UUHC di Indonesia??
Indonesia
memiliki jumlah penduduk yang sangat besar di dunia. Jumlah penduduk
yang sangat besar tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan hasil
kebudayaan yang ikut tumbuh dengan banyak penduduk. Hasil kebudayaan itu
bisa berupa musik, seni kriya, seni sastra, dan lain-lain.Selain itu,
“karya cipta tidak lagi sekedar lahir karena semata-semata hasrat,
perasaan, naluri, dan untuk kepuasan batin penciptanya sendiri tetapi
dilahirkan karena keinginan untuk mengabdikan kepada suatu nilai atau
sesuatu yang dipujanya kepada lingkungan maupun kepada manusia di
sekelilingnya” (Simatupang, 2003:68). Hal-hal semacam ini tentunya patut
mendapatkan perlindungan dari pemerintah agar tidak ditiru oleh orang
lain.
Pada masa
sekarang, masih banyak orang yang belum memahami makna tentang Hak
Cipta. Disebutkan dalam UU No 19 Th. 2002 pasal 1 Tentang Hak Cipta
bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masih banyak
ditemui kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan baik oleh individu maupun
oleh kelompok tertentu terhadap karya seseorang. Banyak penyebab yang
menjadikan pembajakan semacam ini bisa menyebar luas di Indonesia,
terutama di bidang teknologi. Penyebab-penyebab itu antara lain;
- kurangnya kesadaran akan pentinganya hak cipta di kalangan masyarakat Indonesia
- motif ekonomi yang memaksa masyarakat untuk melakukan pelanggaran hak cipta
- aksesibilitas yang lebih mudah
Dengan
keuntungan yang demikian besar dan modal kecil yang dibutuhkan untuk
menjual produk bajakan ke para pelanggan, menjadikan kasus-kasus semacam
ini menjadi tumbuh subur di kalangan masyarakat. Meskipun undang-undang
telah dibuat, sepertinya hal itu tidak membuat jera para pelaku
pembajakan.
Di dalam UU No.
19 Tahun 2002 pasal 66 bahkan disebutkan bahwa hak untuk mengajukan
gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65
tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap
pelanggaran Hak Cipta. Hal ini berarti “pelaku pelanggaran hak cipta,
selain dapat dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana”
(Rachmadi, 2003:159).
Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan
di dalam bidang ilmu pengetahuan, seni serta sastra seperti yang
tertuang di dalam UU No. 19 Tahun 2002 Pasal 11 Tentang Hak Cipta.
Dalam UUHC 2002
juga ditegaskan bahwa Hak Cipta tidak berarti mutlak. Maksudnya,
hak-hak kepentingan umum juga diperhatikan selain hak individualitas.
Terutama dalam hal ini adalah ciptaan yang dianggap bisa mengganggu dan
mencelakakan orang banyak. Hal ini juga dipertegas lagi dalam sistem
demokrasi kita yang “memberi gambaran tentang adanya tujuan yang ingin
dicapai oleh negara melalui hak-hak individual sesuai dengan asasinya
dalam koridor manajemen nasional” (Sumarsono, dkk, 2002:33)
Dari paparan di
atas, bisa diketahui bahwa hukum di Indonesia sudah jelas dalam
mengatur Hak Cipta. Hal ini lebih baik daripada beberapa puluh tahun
yang lalu. Meskipun begitu tingkat pembajakan di Indonesia tetap saja
tinggi.
Penegakan hukum
atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum
perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum
dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin
lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana
atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman
penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat
disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau
barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara
untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
Contoh kasus
pelanggaran UUHC? Klaim Malaysia atas lagu rasa sayange, reog ponorogo,
kuda kepang, batik, wayang kulit, angklung, dan masih banyak klaim yang
lainnya
Penyebab munculnya penyalahgunaan UUHC?
- Kurangnya kesadaran akan pentinganya hak cipta di kalangan masyarakat Indonesia.
- Motif ekonomi yang memaksa masyarakat untuk melakukan pelanggaran hak cipta.
- Aksesibilitas yang lebih mudah.
Apa saja usaha konkrit mengurangi pembajakan?
Salah satu usaha konkritnya dapat dilihat dengan berdirinya lembaga-lembaga hak cipta di Indonesia antara lain:
· KCI : Karya Cipta Indonesia
· ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
· ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
· APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
· ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
· PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
· IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
· MPA : Motion Picture Assosiation
· BSA : Bussiness Software Assosiation
· YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia
Contoh kasus:
Perseteruan
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dengan restoran cepat saji A&W
menyeret nama penyanyi kondang Glenn Fredly. Glenn yang lagunya ikut
diputar oleh restoran A&W tanpa izin akan menjadi saksi kasus
tersebut. "Nama Glenn sudah ada di dalam BAP, dia akan jadi saksi di
pengadilan nanti," jelas Mahendradatta selaku kuasa hukum YKCI di
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, kawasan Kebayoran Baru, Kamis
(9/11/2006). Selaku pemegang kuasa yang sah dari 2500 pencipta lagu,
YKCI pada Senin (20/3/2006) melaporkan A&W Family Restaurant ke
Polres Metro Jakarta Selatan. Oleh YKCI, restoran cepat saji tersebut
dianggap telah memutar lagu-lagu penyanyi Indonesia maupun mancanegera
tanpa seizin si pencipta lagu. Selain Glenn, mereka yang juga ikut
dirugikan A&W diantaranya Radja, Tito Sumarsono dan Andre Hehanusa.
YKCI menduga pelanggaran yang dilakukan A&W tersebut telah
berlangsung selama delapan tahun yaitu sejak 1998-2006. A&W dianggap
melanggar pasal 72 Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Jika diketahui bersalah, Direktur A&W Zaina Siman yang menjadi
tersangka kasus ini, diancam 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Pada
Kamis (9/11/2006) ini kasus perseteruan A&W dengan YKCI sudah
sampai pada tahap penyerahan bukti ke Kejaksaan Negeri Jakara Selatan.
Sejumlah pengurus YKCI dan kuasa hukum yayasan tersebut ikut datang
untuk membuktikan kalau kasus pelanggaran hak cipta ini memang serius
ditangani mereka. Menurut Mahendradatta, bukti yang diserahkan adalah
seperangkat komputer dan daftar lagu-lagu yang diputar tanpa izin
Sebenarnya sebelum akhirnya melaporkan A&W ke Polres Jakarta
Selatan, YKCI sudah telebih dahulu menyarankan pada A&W untuk
mentaati UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Sayangnya saran YKCI
tersebut dianggap angin lalu oleh restoran franchise asal Amerika
Serikat itu. "Tadinya tidak menentang. Tapi kemudian mereka diberi
informasi oleh sekelompok produser kalau pencipta lagu itu sudah tidak
punya hak apa-apa. Padahal itu salah," jelas Mahendradatta. Restoran
A&W dilanjutkan Mahendradatta hanyalah salah satu contoh dari
banyaknya pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia. Sebenarnya
masih ada sejumlah restoran lain dan hotel yang melakukan kesalahan sama
seperti A&W.
Sumber:
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002
http://caffri10.blogspot.com/2012/10/uu-nomor-19-tahun-2002-tentang-hak-cipta_9886.html
http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/ciptaan-yang-tidak-ada-hak-ciptanya.html
http://nuzululkarima.blogspot.com/2011/06/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta.html
0 komentar: