Resensi buku
City of the Beasts
Oleh abdilah khusu. Rabu,30 2014
Hidup Alexander Cold di kota pesisir kecil di
California berubah drastis saat ibunya sakit keras dan ia harus diungsikan ke
tempat neneknya yang nyentrik, Kate Cold. Kate adalah seorang penulis sekaligus
petualang terkenal yang hidup di kota New York. Belum lagi Alex terbiasa dengan
suasana kota besar yang baru pertama dikunjunginya itu, ia sudah dikejutkan
dengan rencana Kate membawanya ikut ekspedisi International Geographic ke
Amazon yang liar, untuk menyelidiki makhluk buas misterius yang keberadaannya
masih dipertanyakan.
Maka dimulailah petualangan Alex di alam liar,
terpencil dari peradaban, menyusuri sungai yang merupakan satu-satunya akses
transportasi memasuki hutan yang lebat menuju pemukiman kaum Indian yang
tersembunyi. Berbagai hal yang selama ini hanya dibacanya di buku, kini
dialaminya sendiri: anaconda besar yang bisa meremukkan tubuh, buaya yang
mengintip dari balik air sungai, hingga suku Indian asli yang terus mengintai
mereka selama perjalanan. Apakah mereka kawan, atau lawan? Dan apa sebenarnya
makhluk buas yang dikabarkan sudah memakan korban itu?
***
Yang menyenangkan dari Isabel Allende adalah penuturannya
yang kaya akan detail. Mulai dari hijaunya hutan, lembapnya udara Amazon,
ancaman binatang-binatang buas, suasana mencekam saat orang-orang Indian
mendekat, hingga sang makhluk buas misterius yang menjadi sentral cerita, semua
digambarkan dengan sempurna, seakan-akan kita memang berada di sana.
Makhluk itu tampak seperti manusia purba raksasa,
tingginya lebih dari tiga meter, berdiri tegak, dengan kedua lengan kekar
diseret di atas tanah dan wajah melankolis di kepala yang terlalu kecil untuk
ukuran tubuhnya. Seluruh tubuh makhluk itu ditutupi rambut tebal kasar dan
memiliki tiga buah cakar panjang melengkung yang setajam pisau di masing-masing
tangan.
(p 226)
Seram, tapi membuat penasaran, kan? :) Alur cerita
dibuat mengalir cukup lancar, action packed, tapi dengan adegan sadis yang
tidak berlebihan, mengingat buku ini masuk genre remaja. Yang juga menarik
tentu saja karakter-karakter yang diselipkan di sepanjang cerita. Allende mampu
membuat tiap karakter cukup likable tanpa harus menjadi superhero. Nadia Santos
misalnya, anak perempuan yang sepanjang hidupnya tinggal di desa di tepi
Amazon, dan menjadi sahabat karib Alex dalam petualangan ini, digambarkan
sebagai anak yang tough, namun tetap memiliki kekurangan, yaitu takut akan
ketinggian. Karakter lain yang menarik adalah pimpinan ekspedisi, Profesor
Ludovic Leblanc, antropolog terkenal yang sangat arogan dan egois, namun
ternyata memiliki sisi humanis juga. Semua karakter yang ada dihadirkan dengan
cukup seimbang, sehingga kita sulit menebak siapa sebenarnya yang jahat dan
siapa yang benar-benar baik.
Allende juga membahas beberapa isu penting dengan
cukup pas, kepiawaian dan pengetahuannya mengenai sejarah Amerika Selatan
ditulis dengan meyakinkan namun tidak berlebihan: suku Indian yang nyaris
punah, keserakahan para pendatang yang ingin menguasai daerah Amazon beserta
seluruh sumber dayanya, hukum yang diabaikan di daerah pedalaman, serta tentu
perkembangan karakter Alex dan Nadia yang mewakili jiwa-jiwa yang masih murni
dari segala niat jahat, di mana keberanian merekalah yang menjadi titik penting
dalam cerita.
Ini adalah pengalaman perdanaku membaca karya Isabel
Allende, dan aku bersyukur membaca buku ini lebih dahulu sebelum mencicipi
karya-karyanya yang lebih serius, karena bisa melihat sisi lain penulis ini
tanpa harus terpengaruh kritik terhadap buku-buku historical fiction-nya yang
fenomenal.
Pertama kali aku tertarik dengan buku ini adalah
sekitar sepuluh tahun yang lalu, ketika aku melihat versi bahasa Inggrisnya di
salah satu toko Gramedia di Bandung, tapi entah kenapa tidak pernah kesampaian
untuk membelinya. Sampai buku ini diterjemahkan Gramedia pun, aku belum juga
sempat membelinya. Akhirnya, karena jodoh memang nggak ke mana, ketika acara
Pesta Novel Gramedia di Palmerah awal Mei kemarin, aku berhasil mendapatkan
buku ini, gratis, karena ikut salah satu game seru yang diselenggarakan akun
twitter @Gramedia. Senangnya!
City of The Beasts adalah buku pertama dari trilogi
petualangan Alex dan Nadia. Buku kedua, Kingdom of The Golden Dragon, juga
sudah diterjemahkan oleh Gramedia Pustaka Utama, dan bercerita tentang
petualangan mereka di Himalaya. Sedangkan buku terakhir, Forest of the Pygmies,
membawa mereka ke Kenya.
0 komentar: